Kamis, 28 Februari 2013

contoh proposal kuantitatif


ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(Studi Pada Karyawan Outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah)

I.         PENDAHULUAN
1.1    Latar belakang
Tuntutan terhadap pemuas kebutuhan manusia semakin meningkat dan beragam dewasa ini. Kondisi ini melahirkan persaingan yang semakin tinggi dalam dunia bisnis, menyebabkan dunia usaha menjadi sangat kompetitif, iklim bisnis yang selalu berubah dan tidak pasti. Hal tersebut menuntut upaya dan strategi perusahaan yang tepat agar kelangsungan hidup perusahaan tetap terjamin.
Perusahaan harus melakukan efisiensi dengan berbagai cara, antara lain : mengurangi jumlah tenaga kerja, menghemat biaya operasional, menutup cabang lain yang tidak produktif dan kebijakan-kebijakan lain yang sesuai dengan keadaan keuangan dari masing-masing perusahaan. Pada saat ini salah satu strategi yang mulai banyak diterapkan oleh perusahaan dalam rangka menciptakan efisiensi yaitu penggunaan tenaga kerja outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Outsourcing adalah pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta criteria yang telah disepakati oleh para pihak (Chandra K., 2007). Outsourcing diatur dalam UU 13/2003 dan Kepmenakertrans 220/MEN/X/2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Beberapa ketentuan pokok dalam outsourcing adalah penyelenggara outsourcing harus berbadan hukum, hak-hak normatif harus diberikan kepada karyawan outsourcing. 
Outsourcing harus dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi, benefit, dan lainnya. Berdasarkan pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003, outsourcing diperbolehkan hanya untuk kegiatan penunjang dan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Namun, interpretasi yang diberikan Undang-Undang saat ini masih sangat terbatas dibandingkan dengan kebutuhan dunia usaha saat ini dimana penggunaan outsourcing semakin meluas ke berbagai lini kegiatan perusahaan.
Keberadaan karyawan kontrak dan outsourcing adalah suatu kenyataan yang sulit untuk dihilangkan karena tidak semua perusahaan sudah benar-benar siap untuk memiliki karyawan tetap dengan segala konsekuensinya. Adanya suatu kenyataan bahwa beberapa jenis bisnis tertentu mengandung ketidakpastian yang tinggi sehingga merupakan resiko besar kalau perusahaan langsung mengangkat karyawan tetap. Namun, resiko yang mungkin timbul dari outsourcing antara lain produktivitas justru menurun jika perusahaan outsourcing yang dipilih tidak kompeten dan wrong man on the wrong place, jika proses seleksi, training dan penempatan tidak dilakukan secara cermat oleh perusahaan outsourcing. Sebagai akibatnya, kinerja perusahaan akan menurun sebab keberhasilan suatu perusahaan dipengaruhi oleh kinerja karyawannya termasuk juga kinerja karyawan outsourcing di dalam perusahaan tersebut.
Setiap perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan harapan apa yang menjadi tujuan perusahaan akan tercapai. Berbagai cara akan ditempuh oleh perusahaan dalam meningkatkan kinerja karyawannya termasuk karyawan outsourcing, misalnya dengan memperhatikan kepuasan kerja karyawan dan memberikan motivasi kepada karyawan tersebut.
Agar kepuasan kerja karyawan selalu konsisten maka setidak–tidaknya perusahaan selalu memperhatikan lingkungan dimana karyawan melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan rekan kerja, pimpinan, suasana kerja, dan hal–hal lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya.
Komitmen organisasional dianggap penting bagi perusahaan karena: (1) berpengaruh terhadap turnover karyawan, (2) berhubungan dengan kinerja yang mengasumsikan bahwa karyawan yang mempunyai komitmen terhadap perusahaan cenderung mengembangkan upaya yang lebih besar pada perusahaan (Morrison, 1997).
Luthans (2006) menyatakan bahwa lima dimensi yang telah diidentifikasi untuk merepresentasikan karakterisitik pekerjaan yang paling penting dimana karyawan memiliki respons afektif dan positif yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan dan rekan kerja. Kelima dimensi tersebut dirumuskan dan digunakan untuk  mengukur kepuasan kerja Jika hal-hal tersebut dapat terpenuhi maka komitmen organisasional akan timbul dengan baik, sehingga kepuasan akan berdampak terhadap komitmen organisasional. Penelitian tentang hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi mempunyai hasil yang beragam.
Dengan demikian, penelitian ini mengambil judul Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen organisasional Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Karyawan Outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah)”.
1.2  Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah?
2.      Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah?
3.      Bagaimana pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah?
1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu :
1.      Menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah
2.      Menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah
3.      Menganalisis pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah
1.4    Manfaat Penelitian
1)      Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris yang menunjukkan adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja melalui komitmen organisasional sebagai intervening variable, yang dapat memberikan masukan kepada manajemen PT Garuda Food Pati Jawa Tengah akan pentingnya pemahaman dari manajemen secara organisasi (perusahaan) terhadap pengelolaan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional dari seluruh karyawan outsourcing yang dimiliki. Dengan demikian, kinerja karyawan yang semula menurun dapat ditingkatkan kembali sehingga keuntungan perusahaan meningkat. 
2.      Manfaat secara umum yang dapat diperoleh bagi dunia industri yaitu memberikan masukan sejauhmana kepuasan kerja dan komitmen organisasional dapat memberikan nilai kontribusi positif dalam meningkatkan kinerja karyawan.
II.      LANDASAN TEORI
2.1         Konsep Dasar
2.1.1   Kinerja Karyawan
Setiap perusahaan ingin karyawannya memiliki kemampuan menghasilkan suatu kinerja yang tinggi. Hal ini sangat sulit dicapai apabila karyawan yang bekerja di dalamnya merupakan orang-orang yang tidak produktif. Perusahaan kadang kala tidak memiliki kemampuan untuk membedakan mana karyawan yang produktif atau mana karyawan yang tidak produktif. Perusahaan yang sangat berorientasi pada profit, banyak yang memandang bahwa karyawan adalah mesin pencetak uang sehingga perusahaan lupa untuk memberikan maintenance dengan baik. Padahal karyawan itu sendiri adalah sebuah investasi yang perlu untuk selalu dipelihara agar dapat berproduksi dengan semaksimal mungkin.
Konsep tentang kinerja diungkapkan oleh Dessler (1992) yang mendefinisikan kinerja sebagai prestasi kerja yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Hasibuan (1997) juga menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas–tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu. Lebih lanjut, Hasibuan mengungkapkan bahwa kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula.
Beragam penilaian kinerja telah diteliti sebelumnya. Tsui et al (1997) dalam Fuad Mas’ud (2004) melakukan penilaian terhadap kinerja sumber daya manusia berdasarkan perilaku yang spesifik (judgement performance evaluation) dengan menggunakan sebelas kriteria yaitu (1) kuantitas kerja karyawan, (2) kualitas kerja karyawan, (3) efisiensi karyawan, (4) standar kualitas karyawan, (5) usaha karyawan, (6) standar profesional karyawan, (7) kemampuan karyawan terhadap pekerjaan inti, (8) kemampuan karyawan menggunakan akal sehat, (9) ketepatan karyawan, (10) pengetahuan karyawan, dan (11) kreativitas karyawan.
2.1.2   Komitmen organisasional
Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola SDM. Dalam studi manajemen sumber daya manusia, komitmen organisasional sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku manusia dalam organisasi telah menjadi hal penting yang telah banyak didiskusikan dan diteliti. Alasannya sangat sederhana, contohnya sebaik apapun visi, misi, dan tujuan organisasi, tidak akan tercapai jika tidak ada komitmen dari anggota organisasinya (Johnson Dongoran, 2001). Seberapa jauh komitmen karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja sangatlah menentukan organisasi itu dalam mencapai tujuannya. Beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk menempati posisi atau jabatan yang ditawarkan dalam iklan lowongan pekerjaan, namun tidak jarang para pelaku organisasi masih belum memahami makna komitmen tersebut secara sungguh–sungguh. Dalam rangka memahami komitmen karyawan terhadap organisasi yang sebenarnya, maka beberapa ahli memberikan pengertian dan pandangan mereka. Mowday et. al. (1982) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individu dan keterlibatan dalam organisasi khusus, meliputi kepercayaan, dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan keinginan yang kuat untuk menggunakan upaya yang sungguh-sungguh untuk kepentingan organisasi, dan kemauan yang kuat untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi. Komitmen organisasional menunjuk pada pengidentifikasian tujuan karyawan dengan tujuan organisasi, kemauan untuk mengerahkan segala upaya kepentingan organisasi dan keterikatan untuk tetap menjadi bagian organisasi (Mowday, Steers, Porter, 1979). Sebagai definisi yang umum, Luthans (1995) mengartikan komitmen organisasional merupakan sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Allen dan Meyer (1993) mengajukan tiga model komitmen organisasional dan direfleksikan dalam tiga pokok utama yaitu:
(1) Affective commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada keinginan untuk menjalankannya.
(2) Continuance commitment adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu yang terkait dengan pekerjaannya.
(3) Normative commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena adanya tekanan dari pihak lain.
Allen dan Meyer (1993) berpendapat setiap komponen tersebut memiliki dasar yang berbeda, yaitu :
1.      Komponen affective berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di dalam suatu organisasi.
2.      Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapi jika meninggalkan organisasi.
3.      Komponen normative merupakan perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi.
Karyawan dengan komponen affective tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu, karyawan dengan komponen continuance tinggi tetap bergabung dengan organisasi karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normative tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya. Setiap karyawan memiliki dasar dan perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen organisasional yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasional dengan dasar affective memiliki tingkah laku yang berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normative yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normative menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
2.1.3   Kepuasan Kerja
Seorang karyawan akan merasa nyaman dan tinggi loyalitasnya pada perusahaan apabila memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan. Menurut Dole and Schroeder (2001), kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya, sedangkan Testa (1999) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman–pengalaman pekerjaan. Locke (dalam Testa, 1999) juga menjelaskan bahwa bahwa kepuasan kerja mencerminkan kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja seseorang. Kegembiraan yang dirasakan oleh karyawan akan memberikan dampak sikap yang positif bagikaryawan.
Dalam Robbins (1996: 170) disebutkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dengan banyaknya ganjaran yang diyakini seharusnya diterima. Menurut Lawler (dalam Robbins, 1996), ukuran kepuasan sangat didasarkan atas kenyataan yang dihadapi dan diterima sebagai kompensasi usaha dan tenaga yang diberikan. Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja yaitu (Robbins, 1996: 181-182):
1.      Pekerjaan yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang akan menciptakan kebosanan, tetapi pekerjaan yang terlalu banyak menantang akan menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
2.      Gaji atau upah yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak dan status sosial yang ditingkatkan.
Oleh karena itu, individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat secara adil, kemungkinan besar karyawan akan mengalami kepuasan dalam pekerjaannya.
3.      Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk mempermudah mengerjakan tugas yang baik. Studi–studi membuktikan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar yang aman, tidak berbahaya dan tidak merepotkan. Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat-alat yang memadai.
4.      Rekan sekerja yang mendukung
Bagi kebanyakan karyawan, bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan mengarah ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
5.      Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Teori “kesesuaian kepribadian–pekerjaan” Holland menyimpulkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan okupasi akan menghasilkan seorang individu yang lebih terpuaskan. Orang–orang dengan tipe kepribadian yang sama dengan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang besar untuk berhasil dalam pekerjaannya, sehingga mereka juga akan mendapatkan kepuasan yang tinggi.
2.2 Pengaruh Antar Variabel
2.2.1 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
“Kontroversi kepuasan - kinerja” telah muncul sejak lama. Meskipun banyak orang mengasumsikan hubungan yang positif, tidak demikian halnya dengan penelitian saat ini. Sekitar 20 tahun yang lalu, studi yang dinilai menurut meta-analisis mengindikasikan hubungan yang lemah (korelasi taksiran terdekat 0,17) antara kepuasan dan kinerja. Akan tetapi, analisis konseptual, metodologi empiris, dan praktis mempertanyakan dan memperdebatkan hasil yang lemah tersebut. Meta-analisis yang lebih rumit dilakukan oleh Tim Jugde dan rekannya pada 312 sampel dengan kombinasi N 54,417 menemukan korelasi sebenarnya menjadi 0,30. Dengan demikian hasil analisis ini menunjukkan hubungan yang jauh lebih kuat antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Luthans, 2006: 246).
Kaitan kepuasan kerja dengan kinerja karyawan juga dikemukakan oleh Ostroff (1992) ditunjukkan oleh keadaan perusahaan dimana karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif daripada perusahaan-perusahaan dengan karyawan yang kurang terpuaskan. Hasil penelitian dari McNeese–Smith (1996) menunjukkan hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Dalam penelitiannya, kepuasan kerja dan komitmen organisasional merupakan variabel independen yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap sikap manajemen terhadap strategi perusahaan yang tercermin melalui kinerja karyawan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1 : kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
2.2.2 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional
Para ahli terdahulu telah menyatakan dalam penelitiannya bahwa apabila seseorang telah terpenuhi semua kebutuhan dan keinginannya oleh organisasi maka secara otomatis dengan penuh kesadaran mereka akan meningkatkan tingkat komitmen yang ada dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Luthans (1995) dan Ganzach (1998) yang menyatakan bahwa variabel yang positif terhadap kepuasan kerja yaitu tipe pekerjaan itu sendiri, gaji atau bayaran, kesempatan mendapatkan promosi, atasan dan rekan kerja dapat terpenuhi maka komitmen terhadap organisasi akan timbul dengan baik sehingga kepuasan akan berdampak terhadap komitmen organisasional. Para peneliti lain yang telah menemukan hubungan antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja menunjukkan hasil yang tidak konsisten, contohnya adalah yang disampaikan Mathieu (1988), Price dan Mueller (1986) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan variabel yang mendahului komitmen organisasional. Namun penelitian lain menyatakan bahwa variable komitmen organisasional telah mendahului kepuasan kerja sesuai dengan pendapat Bateman dan Strasser (1984) sehingga penelitian yang menguji hubungan tingkat kepuasan kerja dalam peningkatan komitmen organisasional merupakan suatu topik yang menarik dan memiliki banyak manfaat. Untuk merekonsiliasi temuan yang saling bertentangan maka Ferris (1981) menyatakan bahwa sifat dari komitmen organisasional dapat berubah sepanjang waktu. Lebih lanjut, Fraser (1983) menyimpulkan bahwa para pekerja di perkotaan pada umumnya menginginkan pekerjaan yang menarik dan memuaskan, gaji yang tinggi, kondisi kerja yang nyaman, rekan kerja yang ramah dan menyenangkan. Namun, ada pula yang menyebutkan alasan utama memilih organisasi untuk tempat bekerja karena adanya hubungan kerja yang baik dan nama baik perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:  
H2 : kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional
2.2.3 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja karyawan
Hasil penelitian dari Harrison dan Hubard (1998) menyatakan bahwa komitmen mempengaruhi outcomes (keberhasilan) organisasi. Kinerja karyawan dipengaruhi oleh komitmen organisasional. Karyawan yang mempunyai keterlibatan tinggi dalam bekerja tidak mempunyai keinginan untuk keluar dari perusahaan dan dalam hal ini merupakan modal dasar untuk mendorong produktivitas yang tinggi. Pendapat tersebut didukung oleh Moncrief et al (1997) yang mengungkapkan bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi yang tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hasil studi McNeese-Smith (1996) menunjukkan bahwa komitmen organisasional berhubungan signifikan positif yang ditunjukkan dengan nilai Pearson (r) sebesar 0,31 (signifikan pada level 0,001) terhadap kinerja karyawan produksi. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H3 : komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
2.2    Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Kegunaannya adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya. Pada penelitian sebelumnya, Grant (2001) meneliti tentang pengaruh performance terhadap organizational commitment yang menunjukkan hasil koefisien terkecil (0.13). Selain itu, penelitian Burton et al (2002) menganalisis tentang hubungan organizational commitment terhadap motivation to attend menunjukkan hasil yang positif. Namun, dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan merupakan kebalikan dari kedua penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini akan dianalisis hubungan komitmen organisasi (organizational commitment) terhadap kinerja (performance) serta hubungan motivasi terhadap komitmen organisasi. Berikut ini merupakan tabel penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.
2.3    Kerangka Pemikiran Teoritis
Pada bagian ini, peneliti mengajukan kerangka pemikiran teoritis yang diambil berdasarkan hasil telaah pustaka dan penelitian terdahulu. Kerangka pemikiran teoritis yang diajukan meliputi variabel kepuasan kerja, komitmen organisasional dan kinerja karyawan .
2.4    Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
H1            : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
H2            : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional.
H3            : Komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
III.   METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesa yang diajukan dengan menggunakan metode penelitian yang telah dirancang sesuai dengan variable-variabel yang akan diteliti agar mendapatkan hasil penelitian yang akurat. Pembahasan dalam metode penelitian ini mencakup jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1.  Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
3.1.1   Data Primer
Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab penelitian (Indriantoro dan Supomo, 1999) atau berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan Emory, 1997, hal. 258). Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan variabel kepuasan kerja, komitmen organisasional dan kinerja karyawan. Data ini didapatkan dari kuesioner yang telah dipersiapkan dulu oleh peneliti dan dijawab para responden. Adapun responden yang menjawab kuesioner tersebut adalah karyawan outsourcing PT.Garuda Food Pati Jawa Tengah yang berjumlah 100 orang.
3.1.2   Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapat oleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data ini dapat diperoleh melalui literatur, jurnal, dan sumber–sumber yang mendukung penelitian ini. Selain itu, data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan yang berguna sebagai tambahan argumen logis. Adapun data sekunder yang diperoleh oleh peneliti yaitu dokumen perusahaan berupa profil perusahaan yang terdiri dari visi, misi, struktur perusahaan dan data karyawan yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.2    Populasi
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro & Supomo, 1999, hal. 115). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1999).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah dari semua divisi perusahaan baik yang memiliki jangka kontrak kerja kurang dari satu tahun maupun lebih dari satu tahun. Populasi ini berjumlah 100 karyawan.
3.3  Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan menggunakan metode kuesioner yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan atau kuesioner secara langsung kepada para responden. Kuesioner tersebut merupakan angket tertutup yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama yang terdiri atas pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh data pribadi responden dan bagian kedua yang digunakan untuk mendapatkan data tentang dimensi-dimensi dari konstruk-konstruk yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pernyataan-pernyataan dalam angket tertutup dibuat dengan menggunakan skala 1-7 untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi nilai atau skor, misalnya untuk kategori pernyataan dengan jawaban sangat tidak setuju atau sangat setuju.
Sangat Tidak Setuju                                     Sangat Setuju
1
2
3
4
5
6
7

3.4     Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan teknik analisis statistik dengan menggunakan program SPPS, dimana rumus statistik yang digunakan adalah Linier Multiple Regression ( regresi liniear berganda ), dimana fungsinya adalah :
Y = a + b1. .X.1 + b2 .  X2  +  e
3.4.1  Uji asumsi Klasik
1.      Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kolerasi antara variabel indipendent, jika terjadi kolerasi maka terdapat problem multikolinieritas. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolonieritas antar variabel, dapat dilihat dari Variabel Inflation ( VIF )  dari masing-masing variabel bebas terdapat variabel terikat. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh dapat dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas ( Gujarati, 1995 ).
2.      Uji Heteroskedastisitas
Uji heterskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi tidak terjadi kesamaan varian dari residual suatu pengamatan yang lain. Jika varial residual dari suatu pengamat kepengamatan yang lain tetap, maka disebut omoskedasitisitas. Dan jika varian berbeda disebut heteroskedastisitas ( Santoso, Singgih 2002 : 208 ). Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dalm penelitian ini mengunakan metode Sperman Rank Corellation. Apabila hasil pengujian menunjunkan lebih dari α = 5% maka tidak ada heteroskedastisitas.
3.      Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi digunakan untuk mengetahui apakah dalam pesamaan regrasi mengandung korelasi atau tidak diantara variabel penggangu. Menurut Singgih Santoso ( 2002 : 219 ) untuk mengetahui adanya autokoelasi digunakan uji Durbin-Watson mendekati angka 2 ( dua ) berarti tidak ada autokorelasi.
4.      Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi, variabel independent, variabel dependent, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk mengetahuinya digunakan uji Kolmongorov-Smirnov, menurut Singgih Santoso ( 2001 : 214 ) pedoman pengambilan keputusan dalam uji normalitas yaitu, bila nilai Sig atau signifikan lebih besar daripada 0,005 maka distribusi adalah normalitas ( simetris ).
IV.             HASIL PEMBAHASAN
4.1  Profil Perusahaan
GarudaFood Group adalah perusahaan makanan dan minuman di bawah kelompok usaha Tudung Group. Selain GarudaFood, Tudung Group juga menaungi perusahaan agribisnis yang bergerak di CPO (Crude Palm Oil) dan kacang-kacangan. GarudaFood Group berawal dari PT Tudung, didirikan di Pati, Jawa Tengah, 1979 Pendiri perusahaan adalah mendiang Darmo Putro, mantan pejuang yang memilih menekuni dunia usaha setelah bangsa Indonesia merdeka. Pada awal 1987 GarudaFood mulai menjual hasil produksi kacangnya dengan merk Kacang Garing Garuda, yang kini dikenal dengan: Kacang Garuda. Kacang Garuda telah meraih berbagai penghargaan sebagai berikut: Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA) kategori kacang bermerek delapan kali berturut-turut (2000-2007); Superbrands (2003); Top Brand for Kids (2004); Indonesian Best Brand Award (IBBA, 2004-2007); Top Brand (2007). Tatkala perekonomian nasional tengah dihantam krisis ekonomi, Desember 1997, didirikan PT GarudaFood Jaya (GFJ) cikal bakal divisi biscuits yang memproduksi biskuit bermerek Gery. Saat ini GarudaFood memimpin pasar di kategori wafer stick dengan mereknya yang fenomenal, Chocolatos. Periode 2005- 2010 Gery Saluut meraih Indonesian Best Brand Award (IBBA) dari MARS dan majalah SWA untuk kategori wafer salut.
Pada 2007-2010 Gery Chocolatos meraih IBBA kategori wafer stick. Pada 1998 GarudaFood mengakuisisi PT Triteguh Manunggal Sejati (TRMS), produsen jelly dan meluncurkan produk jelly bermerek Okky dan Keffy. Prestasi Okky Jelly dibuktikan dari keberhasilan meraih Top Brand for Kids (TBK) Award 2004 untuk kategori jelly. Di samping TBK, OKKY Jelly juga berhasil meraih IBBA (2004-2007). Okky Jelly Drink juga meraih penghargaan Top Brand 2007 dari majalah Marketing bekerja sama dengan Frontier. Di akhir 2002 GarudaFood Group meluncurkan produk minuman jelly bermerek Okky Jelly Drink yang merupakan pioneer di kelasnya, ini sekaligus merupakan babak baru GarudaFood memasuki bisnis minuman (beverage). Keseriusan GarudaFood menekuni bisnis minuman juga semakin kentara dengan diluncurkannya Mountea, minuman berbasis teh dengan rasa buah. Mountea bahkan mencatat prestasi IBBA 2007-2010 kategori minuman teh dalam kemasan cup.Melihat pangsa pasar snack yang masih sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, pada 2005 GarudaFood juga memproduksi snack bermerek Leo, untuk kategori produk keripik kentang, keripik pisang, keripik singkong, dan kerupuk mulai akhir 2005.
Pada 2007-2010 Leo meraih IBBA kategori snack kentang.GarudaFood juga memproduksi snack bermerek Leo, untuk kategori produk keripik kentang, keripik pisang, keripik singkong, dan kerupuk mulai akhir 2005. Pada 2007 Leo meraih IBBA kategori snack kentang. Di tingkat nasional, GarudaFood juga dipersepsi positif sebagai salah satu perusahaan makanan dan minuman idaman di mata stakeholders. Survey yang dilakukan Frontier dan majalah BusinessWeek Indonesia di Jakarta dan Surabaya pada 2006 hingga 2010 menyebutkan GarudaFood berada di urutan ketiga sebagai Indonesian Most Admired Company (IMAC). Sebagai perusahaan yang mengembang misi untuk membawa perubahan yang mencitakan kemanfaatn bagi masyarakat berdasarkan prinsip saling menumbuhkembangkan, GarudaFood juga aktif menjalankan program corporate social responsibility (CSR) di bawah bendera GarudaFood Sehati. Kini, seluruh potensi yang ditopang kekuatan sekitar 20 ribu karyawan berkepribadian unggul ( noble people) menjadi modal utama GarudaFood dalam upaya menyongsong sukses sebagai sebuah sustainable enterprise
4.2  Visi dan Misi  Perusahaan
Misi Perusahaan
·         Kami adalah perusahaan pembawa perubahan yang menciptakan kemanfaatan bagi masyarakat berdasarkan prinsip saling menumbuhkembangkan.
Visi
·         Perusahaan makanan dan minuman terdepan di Indonesia
4.3  Deskriptif Data Responden  
Deskripsi data ini menggambarkan beberapa kondisi responden yang ditampilkan secara statistik. Data deskriptif responden ini memberikan beberapa informasi secara sederhana tentang keadaan responden yang dijadikan objek penelitian. Responden pada penelitian ini digambarkan melalui jabatan, umur,  masa kerja, dan status perkawinan.
4.3.1        Deskripsi Responden Menurut Jabatan
Dibawah ini disajikan komposisi responden berdasarkan jabatan karyawan outsourcimg pada PT. Garuda Food Pati Jawa Tengah dalam Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Komposisi Responden Menurut Jabatan
Jabatan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Jok
8
8
Warna
6
6
Sanding
10
10
Assembling
18
18
Operator
35
35
Resepsionis
5
5
Carpenter
6
6
QC
6
6
Helper
6
6
TOTAL
100
100
Dari Tabel 4.1 tampak bahwa kelompok jabatan yang paling dominan adalah operator yang berjumlah 35 orang (35%). Disisi lain, jumlah terkecil adalah resepsionis yaitu 5 orang (5%).

4.3.2   Deskripsi Responden Menurut Umur
Berdasarkan data primer yang dikumpulkan, maka diperoleh profil responden menurut umur sebagai berikut :    
Tabel 4.2
Komposisi Responden Menurut Umur
Umur
Jumlah
Presentase %
18 – 20 tahun
2
2
21 – 23 tahun
10
10
24 – 26 tahun
18
18
27 - 29 tahun
22
22
30 – 32 tahun
23
23
33 – 35 tahun
14
14
36 – 38 tahun
9
9
39 – 41 tahun
2
2
Jumlah
100
100
Dari tabel 4.2 tampak bahwa kelompok umur paling dominan adalah pada umur 30-32 tahun sebanyak 23 orang (23%), sedangkan kelompok umur terkecil adalah 18-20 dan 39-41 tahun sebanyak 2 orang (2%). 
4.3.2     Deskripsi Responden Menurut Masa Kerja
Komposisi responden menurut masa kerja juga menjadi salah satu faktor yang penting dalam mendeskripsikan keadaan responden secara nyata dalam  penelitian ini. Berikut ditampilkan komposisi responden dalam Tabel 4.3 dibawah ini :    






Tabel 4.3
Komposisi Responden Menurut Masa Kerja
Masa kerja
Jumlah
Presentase %
< 1 tahun
42
42
1 – 2 tahun
17
17
2 – 3 tahun
17
17
3 – 4 tahun
20
20
> 4 tahun
4
4
Jumlah
100
100
Dari tabel diatas diketahui bahwa karyawan dengan masa kerja < 1 tahun sebanyak 42 orang (42%) yang menduduki peringkat pertama dengan jumlah paling besar. Sedangkan karyawan dengan masa kerja > 4 tahun sebanyak 4 orang (4%). Ini merupakan jumlah palimg kecil karena perusahaan tidak memperpanjang kontraknya sehingga karyawan dengan masa kerja diatas 4 tahun  jumlahnya sangat sedikit hanya 4 orang (4%).
4.3.3        Deskripsi Responden Menurut Status Perkawinan
Berikut ini adalah deskripsi responden menurut status perkawinan yang tampak pada Tabel 4.4 dibawah ini;
Tabel 4.4
Komposisi Responden Menurut Status Perkawinan
Status Perkawinan
Jumlah
Presentase %
Belum Menikah
23
23
Menikah
74
74
Janda / Duda
3
3
Jumlah
100
100
Dari Tabel 4.4 diatas diketahui bahwa karyawan outsourcing yang berstatus menikah sebanyak 74 orang (74%). Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar dari keseluruhan responden. Disisi lain, karyawan outsourcing yang berstatus belum menikah sebanyak 23 orang (23%) dari jumlah seluruh responden, sedangkan karyawan outsourcing dengan status janda atau duda sebanyak 3 orang (3 %) dari jumlah seluruh responden yang menempati peringkat terendah dalam komposisi responden. 
4.4  Deskripsi Variabel Penelitian
Data deskriptif adalah menampilkan gambaran umum mengenai jawaban responden atas pertanyaan atau pernyataan yang terdapat dalam kuesioner (tertutup) maupun tanggapan responden (terbuka). Berdasarkan hasil tanggapan dari 100 orang responden tentang variabel-variabel penelitian, maka peneliti akan menguraikan secara rinci jawaban responden yang dikelompokkan dalam deskriptif statistik. Pada penyampaian gambaran empiris atas data yang digunakan dalam penelitian secara deskriptif statistik adalah dengan angka indeks.  Melalui angka indeks tersebut akan diketahui sejauhmana derajat persepsi responden atas variabel-variabel yang menjadi indikator dalam penelitian. Rentang jawaban dari pengisian dimensi pertanyaan (tertutup) setiap variabel yang diteliti, ditentukan dengan kriteria tiga kotak (three box methdod).(Ferdinand, 2006). Dalam penelitian ini rentang jawaban dimulai dari 10 sampai dengan 100 diperoleh rentang 90 dibagi 3 akan menghasilkan rentang sebesar 30 yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi nilai indeks, yaitu :
·         Nilai indeks 10 – 40,0       = interpretasi Rendah
·         Nilai indeks 40,01 – 70,0 = interpretasi Sedang
·         Nilai indeks 70,01 – 100  = interpretasi Tinggi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 100 responden melalui penyebaran kuesioner, untuk mendapatkan kecenderungan jawaban responden terhadap jawaban masing-masing variabel akan didasarkan pada rentang skor jawaban sebagaimana pada lampiran. 
4.4.1        Hasil Penelitian Kepuasan Kerja
Pengukuran variabel kepuasan kerja dilakukan dengan menggunakan 4 buah dimensi, dimana masing-masing dimensi tersusun dari 1 indikator pertanyaan.  Semakin besar skor skala kepuasan kerja menunjukkan semakin tingginya tingkat kepuasan kerja yang dialami oleh responden. Jawaban terhadap masing-masing item pertanyaan skala kepuasan kerja adalah sebagai berikut :     


Tabel 4.5
Respon Mengenai Tingkat Kepuasan Kerja
Indicator
Kepuasan Kerja
Jumlah Indeks
1
2
3
4
5
6
7
X1
1
9
11
23
21
27
8
467
4,67
X2
2
4
10
27
31
20
6
465
4,65
X3
1
7
10
21
26
20
15
484
4,84
X4
6
3
12
26
27
19
7
450
4,5

466.5
4.665

66,64 %
      Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner penelitian ini dibuat dengan menggunakan skala 1–7 untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi skor atau nilai. Berdasarkan pada Tabel 4.5 diatas, terlihat bahwa responden mempunyai kecenderungan menjawab pertanyaan kuesioner dalam kategori skor 3 hingga 6 sehingga dapat disimpulkan berikut ini : Indeks pada variabel kepuasan kerja diperoleh rata-rata indeks sebesar 4,665, dengan indikator yang terbesar adalah X3 ( kepuasan terhadap rekan kerja ) yang memiliki nilai 4,84. Hal tersebut menunjukan bahwa indikator kepuasan terhadap rekan kerja memiliki pengaruh terbesar jika dibandingkan dengan indikator lainnya. Rata-rata skor indeks kepuasan kerja tersebut, yaitu 4,665,  setara dengan 66,64 % skala kepuasan kerja yang terjadi.  Jadi, tingkat kepuasan kerja karyawan outsourcing PT. Garuda Food diinterpretasikan sedang, sesuai dengan hasil rata-rata indeksnya, yaitu 66,64%.
4.4.2           Hasil Penelitian Komitmen organisasional  
Pengukuran variabel komitmen organisasional dilakukan dengan  menggunakan 5 buah dimensi, dimana masing-masing dimensi tersusun dari 1  indikator pertanyaan.  Semakin besar skor skala komitmen organisasional menunjukkan semakin tingginya tingkat komitmen yang diberikan oleh subyek. Jawaban terhadap masing-masing item pertanyaan skala komitmen organisasional adalah sebagai berikut :       
Tabel 4.6
Respon Mengenai Tingkat Komitmen Organisasional
Indicator
Komitmen Organisasional
Jumlah Indeks
1
2
3
4
5
6
7
X5
2
6
11
20
18
26
17
492
4,92
X6
1
9
14
16
25
21
14
474
4,74
X7
3
2
11
22
25
19
18
493
4,93
X8
1
8
10
24
20
23
14
479
4,79
X9
2
5
11
23
20
24
15
486
4,86

484.8
4.848

69,26 %
Berdasarkan pada Tabel 4.7 diatas, terlihat bahwa responden mempunyai kecenderungan menjawab pertanyaan kuesioner dalam kategori skor 4 hingga 6 sehingga dapat disimpulkan berikut : Indeks pada variabel komitmen organisasional diperoleh rata-rata indeks sebesar 4,848, dengan indikator yang terbesar adalah X9 ( tingkat ketertarikan diperusahaan) yang memiliki nilai 4,93. Hal tersebut menunjukan bahwa indikator tingkat ketertarikan diperusahaan memiliki pengaruh terbesar jika dibandingkan dengan indikator lainnya. Rata-rata skor indeks variabel komitmen tersebut setara dengan 69,26 % skala komitmen organisasional yang terjadi. Jadi, tingkat komitmen karyawan outsourcing PT. Garuda Food diinterpretasikan sedang, sesuai dengan hasil rata-rata indeksnya, yaitu 69.26%. 
4.4.3        Hasil Penelitian Kinerja Karyawan 
Pengukuran variabel kinerja karyawan yang dilakukan dengan menggunakan 3 buah dimensi, dimana masing-masing dimensi tersusun dari 1 indikator pertanyaan. Semakin besar skor skala kinerja karyawan menunjukkan semakin tingginya tingkat kinerja yang diberikan oleh responden. Jawaban terhadap masing-masing item pertanyaan skala kinerja karyawan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8
Respon Mengenai Tingkat Kinerja Karyawan
Indicator
Kinerja Karyawan
Jumlah Indeks
1
2
3
4
5
6
7
X10
3
7
13
14
30
22
11
471
4,71
X11
4
3
11
22
26
25
9
474
4,74
X12
3
2
9
22
21
21
22
507
5,07

484
4.84

69,14 %
Berdasarkan pada Tabel 4.8 diatas, terlihat bahwa responden mempunyai kecenderungan menjawab pertanyaan kuesioner dalam kategori skor 4 hingga 6 sehingga dapat disimpulkan berikut :  Indeks pada variabel komitmen organisasional diperoleh rata-rata indeks sebesar 4,84 dengan indikator yang terbesar adalah X12 ( kuantitas kerja karyawan ) yang memiliki nilai 5,07. Hal tersebut menunjukan bahwa indikator kuantitas kerja karyawan memiliki pengaruh terbesar jika dibandingkan dengan indikator lainnya. Rata-rata skor indeks variabel kinerja tersebut setara dengan 69,14 % skala
kinerja karyawan  yang terjadi. Jadi, tingkat kinerja karyawan outsourcing PT. Garuda Food diinterpretasikan sedang, sesuai dengan hasil rata-rata indeksnya, yaitu 69,14%. 
V.    KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan sebuah model untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan melalui variabel intervening pada karyawan outsourcing PT. Garuda Food Pati Jawa tengah .
Pada bab ini dipaparkan gambaran mengenai hasil-hasil yang ditemukan oleh peneliti, dilanjutkan dengan pembahasan tentang kesimpulan tentang diterima atau ditolaknya hipotesis, serta berbagai implikasi teoritis maupun manajerial yang muncul dalam penelitian ini. Terakhir, akan disajikan keterbatasan penelitian dan agenda penelitian mendatang yang dapat dilakukan sebagai kelanjutan dari penelitian ini.
5.1  Kesimpulan Pengujian Hipotesis Penelitian
Setelah dilakukan penelitian yang menguji kelima hipotesis yang diajukan pada pembahasan sebelumnya, maka kesimpulan penelitian atas kelima hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
5.1.1. Pengaruh antara Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan
H1 : kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan dengan nilai Critical Ratio (C.R) 2.086 dengan P (Probability) sebesar 0,037 (p < 0,05). Berdasarkan standardized regession weight dapat diketahui bahwa indikator kepuasan dengan rekan sekerja merupakan indikator kepuasan kerja yang paling mengindikasikan peranan terbesar dalam mengukur kepuasan kerja dengan nilai estimasi sebesar 0,88 , sedangkan indikator yang memiliki nilai indikator yang paling rendah adalah kepuasan terhadap atasan (supervisor) sebesar 0,65. Hal tersebut menunjukkan bahwa karyawan merasa kurang puas apabila supervisor (atasan) mengawasi mereka pada saat jam kerja. Karyawan lebih suka apabila mereka bekerja dengan teman sekerja mareka dibandingkan bersama dengan atasannya.
5.1.2. Pengaruh antara Kepuasan Kerja dengan Komitmen organisasional
H2 : kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional.
Pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional dengan nilai Critical Ratio (C.R) sebesar 4.540 dengan P (Probability) sebesar 0,000 (p <0,05). Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh McNeese (1996), Morrison (1997), Grant (2001), Cetin (2006) yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional.
Berdasarkan standardized regession weight dapat diketahui bahwa indikator kepuasan dengan teman sekerja merupakan indikator yang berpengaruh dengan nilai estimasi 0,88, sedangkan indikator kepuasan dengan atasan kurang berpengaruh dengan nilai estimasi sebesar 0,65. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan karyawan dengan teman sekerja mempengaruhi komitmen mereka terhadap perusahaan. Selain itu, kepuasan terhadap atasan juga memberikan pengaruh terhadap komitmen walaupun kecil.
5.1.3 Pengaruh antara Komitmen organisasional dengan Kinerja Karyawan
H3 : komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara komitmen organisasional dengan kinerja karyawan dengan nilai Critical Ratio (C.R) sebesar 1.454 dengan P (Probability) sebesar 0,146 (p > 0,05), namun tidak signifikan pada α 5%. Hasil ini berlawanan dengan penelitianyang dilakukan oleh Chen, Jui-Chen, Colin Silverthorne, Jung-Yao Hung (2006) dan Suliman, Abubkr M T (2002) yang mengemukakan bahwa komitmen organisasional memiliki korelasi signifikan positif dengan kinerja karyawan.
Berdasarkan standardized regession weight dapat diketahui bahwa indikator arti perusahaan bagi diri merupakan indikator yang berpengaruh dengan nilai estimasi 0,85, sedangkan indikator perasaan sebagai bagian dari perusahaan kurang berpengaruh dengan nilai estimasi sebesar 0,76. Hal tersebut menunjukkan bahwa status sebagai karyawan outsourcing dengan jangka kontrak hanya per – 1 tahun menyebabkan komitmen karyawan terhadap perusahaan menjadi rendah sehingga kinerja mereka kurang. Dari data yang diperoleh, prosentase karyawan yang terbesar adalah karyawan memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun sehingga komitmen terhadap perusahaan masih rendah. Namun disisi lain, karyawan dengan masa kerja lebih dari tiga tahun memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan karena mereka masih diperpanjang masa kontraknya bahkan memperoleh reward dari perusahaan sehingga hasil dari penelitian ini masih menunjukkan arah yang positif tapi tidak signifikan.




DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Michael, 1994, “Handbook of Personal Management Practise”, 4th Edition, Kopan Page Ltd., London
Arbuckle, J. L., 1997, “Amos User’s Guide Version 3.6”, SmallwatersCorporation, Chicago
Augusty T.  Ferdinand, A, 2000, “Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang
_______________________, 2006, “Metode Penelitian Manajemen Edisi 2”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Burton, James P; Lee, Thomas W; Holtom, Brooks C, 2002, “The Influence of Motivation to Attend, Ability to Attend, and Organizational Commitment on Different Types of Absence Behaviors”, Journal of Managerial Issues,Summer, p. 181-197
Cetin, Munevver Olcum, 2006, “The Relationship Between Job Satisfaction Occupational and Organizational Commitment of Academics”, Journal of American Academy of Bussiness, 8 (1), p. 78-88
Chandra K., 2007, “Outsourcing (Alih Daya) dan Pengelolaan Tenaga Kerja Pada Perusahaan : (Tinjauan Yuridis Terhadap UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)”, Jurnal Hukum, Mei 20
Chen et al, 2006, “Organization Communication, Job Stress, Organizational Commitment, and job Performance of Accounting Professionals in Taiwan and America”, Leadership and Organizational journal, 27 (4), p. 242- 249
Cooke, Ernest F., 1999, “Control and Motivation in Sales Management through
Dessler, Gary, 1992, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, PT Prenhalindo, Jakarta
Hair, J.F. Jr; R.E. Anderson, R.L. Tatham & W.C. Black, 1995, “Multivariate Data Analysis With Readings”, Eaglewoods Cliffs, NJ: Prentice Hall Inc.
Harrison, J. Klane and Russell Hubbard, 1998, “Antecedents to Organizational Commitment Among Mexican Employee of USA
Jae, Moon M, 2000, “Organizational Commitment Revisited in New Public
Management”, Public Performance & Management Review, Vol. 24, No.2
Johnson Dongoran, 2001, “Komitmen organisasional: Dua Sisi Sebuah Koin”, Dian Ekonomi, 7 (1), hal. 35-56
Fuad Mas’ud, 2004, Survai Diagnosis Organisasional, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
McNeese –Smith, Donna, 1996, “Increasing Employee Productivity, Job Satisfaction, and Organizational Commitment Hospital & Health Services Administration, Vol. 41: 2, p. 160-175  ”, Journal of Applied Psychology, 84, p.408-414
Indriantoro, Nur & Bambang Supomo, 1999, “Metodologi Penelitian Bisnis :Untuk Akuntansi dan Manajemen”, BPFE, Yogyakarta
Sugiyono, 1999, “Metode Penelitian Bisnis”, CV Alfabeta, Bandung