ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA
KARYAWAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(Studi Pada Karyawan Outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa
Tengah)
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Tuntutan terhadap
pemuas kebutuhan manusia semakin meningkat dan beragam dewasa ini. Kondisi ini
melahirkan persaingan yang semakin tinggi dalam dunia bisnis, menyebabkan dunia
usaha menjadi sangat kompetitif, iklim bisnis yang selalu berubah dan tidak
pasti. Hal tersebut menuntut upaya dan strategi perusahaan yang tepat agar
kelangsungan hidup perusahaan tetap terjamin.
Perusahaan harus
melakukan efisiensi dengan berbagai cara, antara lain : mengurangi jumlah
tenaga kerja, menghemat biaya operasional, menutup cabang lain yang tidak
produktif dan kebijakan-kebijakan lain yang sesuai dengan keadaan keuangan dari
masing-masing perusahaan. Pada saat ini salah satu strategi yang mulai banyak
diterapkan oleh perusahaan dalam rangka menciptakan efisiensi yaitu penggunaan
tenaga kerja outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat
menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di
perusahaan yang bersangkutan.
Outsourcing adalah pemindahan atau pendelegasian beberapa proses
bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan
proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta criteria yang
telah disepakati oleh para pihak (Chandra K., 2007). Outsourcing diatur dalam
UU 13/2003 dan Kepmenakertrans 220/MEN/X/2004 tentang syarat-syarat penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Beberapa ketentuan pokok
dalam outsourcing adalah penyelenggara outsourcing harus berbadan
hukum, hak-hak normatif harus diberikan kepada karyawan outsourcing.
Outsourcing harus dipandang secara jangka panjang, mulai dari
pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi,
benefit, dan lainnya. Berdasarkan pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003, outsourcing
diperbolehkan hanya untuk kegiatan penunjang dan kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi. Namun, interpretasi yang diberikan
Undang-Undang saat ini masih sangat terbatas dibandingkan dengan kebutuhan
dunia usaha saat ini dimana penggunaan outsourcing semakin meluas ke
berbagai lini kegiatan perusahaan.
Keberadaan karyawan
kontrak dan outsourcing adalah suatu kenyataan yang sulit untuk
dihilangkan karena tidak semua perusahaan sudah benar-benar siap untuk memiliki
karyawan tetap dengan segala konsekuensinya. Adanya suatu kenyataan bahwa beberapa
jenis bisnis tertentu mengandung ketidakpastian yang tinggi sehingga merupakan
resiko besar kalau perusahaan langsung mengangkat karyawan tetap. Namun, resiko
yang mungkin timbul dari outsourcing antara lain produktivitas justru
menurun jika perusahaan outsourcing yang dipilih tidak kompeten dan wrong
man on the wrong place, jika proses seleksi, training dan penempatan tidak
dilakukan secara cermat oleh perusahaan outsourcing. Sebagai akibatnya,
kinerja perusahaan akan menurun sebab keberhasilan suatu perusahaan dipengaruhi
oleh kinerja karyawannya termasuk juga kinerja karyawan outsourcing di
dalam perusahaan tersebut.
Setiap perusahaan
akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan harapan apa
yang menjadi tujuan perusahaan akan tercapai. Berbagai cara akan ditempuh oleh
perusahaan dalam meningkatkan kinerja karyawannya termasuk karyawan outsourcing,
misalnya dengan memperhatikan kepuasan kerja karyawan dan memberikan motivasi
kepada karyawan tersebut.
Agar kepuasan kerja
karyawan selalu konsisten maka setidak–tidaknya perusahaan selalu memperhatikan
lingkungan dimana karyawan melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan rekan
kerja, pimpinan, suasana kerja, dan hal–hal lain yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya.
Komitmen
organisasional dianggap penting bagi perusahaan karena: (1) berpengaruh
terhadap turnover karyawan, (2) berhubungan dengan kinerja yang mengasumsikan
bahwa karyawan yang mempunyai komitmen terhadap perusahaan cenderung mengembangkan
upaya yang lebih besar pada perusahaan (Morrison, 1997).
Luthans (2006)
menyatakan bahwa lima dimensi yang telah diidentifikasi untuk merepresentasikan
karakterisitik pekerjaan yang paling penting dimana karyawan memiliki respons
afektif dan positif yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi,
pengawasan dan rekan kerja. Kelima dimensi tersebut dirumuskan dan digunakan
untuk mengukur kepuasan kerja Jika
hal-hal tersebut dapat terpenuhi maka komitmen organisasional akan timbul
dengan baik, sehingga kepuasan akan berdampak terhadap komitmen organisasional.
Penelitian tentang hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi
mempunyai hasil yang beragam.
Dengan demikian,
penelitian ini mengambil judul “Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Dengan Komitmen organisasional Sebagai Variabel Intervening
(Studi Pada Karyawan Outsourcing PT Garuda Food Pati Jawa Tengah)”.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana pengaruh
kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati
Jawa Tengah?
2.
Bagaimana pengaruh
kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional karyawan outsourcing PT
Garuda Food Pati Jawa Tengah?
3.
Bagaimana pengaruh
komitmen organisasional terhadap kinerja karyawan outsourcing PT Garuda
Food Pati Jawa Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini yaitu :
1.
Menganalisis
pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan karyawan outsourcing PT
Garuda Food Pati Jawa Tengah
2.
Menganalisis
pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional karyawan outsourcing
PT Garuda Food Pati Jawa Tengah
3.
Menganalisis
pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja karyawan outsourcing PT
Garuda Food Pati Jawa Tengah
1.4
Manfaat
Penelitian
1)
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris yang menunjukkan adanya pengaruh
kepuasan kerja terhadap kinerja melalui komitmen organisasional sebagai intervening
variable, yang dapat memberikan masukan kepada manajemen PT Garuda Food
Pati Jawa Tengah akan pentingnya pemahaman dari manajemen secara organisasi
(perusahaan) terhadap pengelolaan kepuasan kerja terhadap komitmen
organisasional dari seluruh karyawan outsourcing yang dimiliki. Dengan
demikian, kinerja karyawan yang semula menurun dapat ditingkatkan kembali
sehingga keuntungan perusahaan meningkat.
2.
Manfaat secara umum
yang dapat diperoleh bagi dunia industri yaitu memberikan masukan sejauhmana
kepuasan kerja dan komitmen organisasional dapat memberikan nilai kontribusi
positif dalam meningkatkan kinerja karyawan.
II.
LANDASAN TEORI
2.1
Konsep Dasar
2.1.1
Kinerja
Karyawan
Setiap perusahaan
ingin karyawannya memiliki kemampuan menghasilkan suatu kinerja yang tinggi.
Hal ini sangat sulit dicapai apabila karyawan yang bekerja di dalamnya
merupakan orang-orang yang tidak produktif. Perusahaan kadang kala tidak
memiliki kemampuan untuk membedakan mana karyawan yang produktif atau mana
karyawan yang tidak produktif. Perusahaan yang sangat berorientasi pada profit,
banyak yang memandang bahwa karyawan adalah mesin pencetak uang sehingga
perusahaan lupa untuk memberikan maintenance dengan baik. Padahal
karyawan itu sendiri adalah sebuah investasi yang perlu untuk selalu dipelihara
agar dapat berproduksi dengan semaksimal mungkin.
Konsep tentang
kinerja diungkapkan oleh Dessler (1992) yang mendefinisikan kinerja sebagai
prestasi kerja yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan
standar kerja yang ditetapkan. Hasibuan (1997) juga menjelaskan bahwa kinerja
merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas–tugas
yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan
dan waktu. Lebih lanjut, Hasibuan mengungkapkan bahwa kinerja merupakan
gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja,
kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat
motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap individu atau karyawan baik, maka
diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula.
Beragam penilaian
kinerja telah diteliti sebelumnya. Tsui et al (1997) dalam Fuad Mas’ud
(2004) melakukan penilaian terhadap kinerja sumber daya manusia berdasarkan
perilaku yang spesifik (judgement performance evaluation) dengan
menggunakan sebelas kriteria yaitu (1) kuantitas kerja karyawan, (2) kualitas kerja
karyawan, (3) efisiensi karyawan, (4) standar kualitas karyawan, (5) usaha
karyawan, (6) standar profesional karyawan, (7) kemampuan karyawan terhadap
pekerjaan inti, (8) kemampuan karyawan menggunakan akal sehat, (9) ketepatan
karyawan, (10) pengetahuan karyawan, dan (11) kreativitas karyawan.
2.1.2
Komitmen
organisasional
Keberhasilan
pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola
SDM. Dalam studi manajemen sumber daya manusia, komitmen organisasional sebagai
salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku manusia dalam organisasi telah
menjadi hal penting yang telah banyak didiskusikan dan diteliti. Alasannya
sangat sederhana, contohnya sebaik apapun visi, misi, dan tujuan organisasi,
tidak akan tercapai jika tidak ada komitmen dari anggota organisasinya (Johnson
Dongoran, 2001). Seberapa jauh komitmen karyawan terhadap organisasi tempat
mereka bekerja sangatlah menentukan organisasi itu dalam mencapai tujuannya.
Beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat
untuk menempati posisi atau jabatan yang ditawarkan dalam iklan lowongan
pekerjaan, namun tidak jarang para pelaku organisasi masih belum memahami makna
komitmen tersebut secara sungguh–sungguh. Dalam rangka memahami komitmen
karyawan terhadap organisasi yang sebenarnya, maka beberapa ahli memberikan
pengertian dan pandangan mereka. Mowday et. al. (1982) mendefinisikan komitmen
organisasional sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individu dan
keterlibatan dalam organisasi khusus, meliputi kepercayaan, dukungan terhadap
tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan keinginan yang kuat untuk menggunakan
upaya yang sungguh-sungguh untuk kepentingan organisasi, dan kemauan yang kuat
untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi. Komitmen organisasional menunjuk
pada pengidentifikasian tujuan karyawan dengan tujuan organisasi, kemauan untuk
mengerahkan segala upaya kepentingan organisasi dan keterikatan untuk tetap menjadi
bagian organisasi (Mowday, Steers, Porter, 1979). Sebagai definisi yang umum,
Luthans (1995) mengartikan komitmen organisasional merupakan sikap yang
menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana
seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan
dan kebaikan organisasinya. Allen dan Meyer (1993) mengajukan tiga model
komitmen organisasional dan direfleksikan dalam tiga pokok utama yaitu:
(1) Affective commitment adalah keinginan untuk
bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada
keinginan untuk menjalankannya.
(2) Continuance commitment adalah keinginan untuk
tetap bekerja pada perusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu yang
terkait dengan pekerjaannya.
(3) Normative commitment adalah keinginan untuk
bekerja pada perusahaan karena adanya tekanan dari pihak lain.
Allen dan Meyer
(1993) berpendapat setiap komponen tersebut memiliki dasar yang berbeda, yaitu
:
1.
Komponen affective
berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di
dalam suatu organisasi.
2.
Komponen continuance
berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian yang akan
dihadapi jika meninggalkan organisasi.
3.
Komponen normative
merupakan perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan
kepada organisasi.
Karyawan dengan komponen affective tinggi masih
bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi. Sementara itu, karyawan dengan komponen continuance tinggi
tetap bergabung dengan organisasi karena mereka membutuhkan organisasi.
Karyawan yang memiliki komponen normative tinggi tetap menjadi anggota
organisasi karena mereka harus melakukannya. Setiap karyawan memiliki dasar dan
perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen organisasional yang dimilikinya.
Karyawan yang memiliki komitmen organisasional dengan dasar affective memiliki
tingkah laku yang berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance.
Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan
usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa
menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga
mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normative
yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari
sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normative menimbulkan
perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya
dari organisasi.
2.1.3
Kepuasan Kerja
Seorang karyawan
akan merasa nyaman dan tinggi loyalitasnya pada perusahaan apabila memperoleh
kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan. Menurut Dole and Schroeder
(2001), kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu
terhadap lingkungan pekerjaannya, sedangkan Testa (1999) mendefinisikan
kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil
dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman–pengalaman pekerjaan. Locke
(dalam Testa, 1999) juga menjelaskan bahwa bahwa kepuasan kerja mencerminkan
kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja
seseorang. Kegembiraan yang dirasakan oleh karyawan akan memberikan dampak
sikap yang positif bagikaryawan.
Dalam Robbins
(1996: 170) disebutkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap
pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima
pekerja dengan banyaknya ganjaran yang diyakini seharusnya diterima. Menurut
Lawler (dalam Robbins, 1996), ukuran kepuasan sangat didasarkan atas kenyataan
yang dihadapi dan diterima sebagai kompensasi usaha dan tenaga yang diberikan.
Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan
dengan kenyataan. Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja yaitu (Robbins,
1996: 181-182):
1.
Pekerjaan yang
secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang
memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka
dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik. Pekerjaan yang terlalu
kurang menantang akan menciptakan kebosanan, tetapi pekerjaan yang terlalu
banyak menantang akan menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan
kepuasan.
2.
Gaji atau upah yang
pantas
Para karyawan
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai
adil dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang
didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar
pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Promosi
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih
banyak dan status sosial yang ditingkatkan.
Oleh karena itu,
individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat secara
adil, kemungkinan besar karyawan akan mengalami kepuasan dalam pekerjaannya.
3.
Kondisi kerja yang
mendukung
Karyawan peduli
akan lingkungan yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk mempermudah
mengerjakan tugas yang baik. Studi–studi membuktikan bahwa karyawan lebih
menyukai keadaan sekitar yang aman, tidak berbahaya dan tidak merepotkan. Di
samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah,
dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat-alat yang
memadai.
4.
Rekan sekerja yang
mendukung
Bagi kebanyakan karyawan, bekerja juga mengisi kebutuhan
akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila mempunyai
rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan mengarah ke kepuasan kerja yang meningkat.
Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
5.
Kesesuaian
kepribadian dengan pekerjaan
Teori “kesesuaian
kepribadian–pekerjaan” Holland menyimpulkan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang karyawan dan okupasi akan menghasilkan seorang individu
yang lebih terpuaskan. Orang–orang dengan tipe kepribadian yang sama dengan
pekerjaannya memiliki kemungkinan yang besar untuk berhasil dalam pekerjaannya,
sehingga mereka juga akan mendapatkan kepuasan yang tinggi.
2.2 Pengaruh Antar
Variabel
2.2.1 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
“Kontroversi kepuasan - kinerja” telah muncul sejak lama.
Meskipun banyak orang mengasumsikan hubungan yang positif, tidak
demikian halnya dengan penelitian saat ini. Sekitar 20 tahun yang lalu,
studi yang dinilai menurut meta-analisis mengindikasikan hubungan yang
lemah (korelasi taksiran terdekat 0,17) antara kepuasan dan kinerja.
Akan tetapi, analisis konseptual, metodologi empiris, dan praktis
mempertanyakan dan memperdebatkan hasil yang lemah tersebut.
Meta-analisis yang lebih rumit dilakukan oleh Tim Jugde dan rekannya pada
312 sampel dengan kombinasi N 54,417 menemukan korelasi sebenarnya menjadi
0,30. Dengan demikian hasil analisis ini menunjukkan hubungan yang jauh
lebih kuat antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Luthans, 2006: 246).
Kaitan kepuasan kerja dengan kinerja karyawan juga
dikemukakan oleh Ostroff (1992) ditunjukkan oleh keadaan perusahaan
dimana karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif daripada
perusahaan-perusahaan dengan karyawan yang kurang terpuaskan. Hasil
penelitian dari McNeese–Smith (1996) menunjukkan hubungan antara
kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Dalam penelitiannya, kepuasan
kerja dan komitmen organisasional merupakan variabel independen yang berpengaruh
signifikan dan positif terhadap sikap manajemen terhadap strategi
perusahaan yang tercermin melalui kinerja karyawan. Berdasarkan uraian
diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1
: kepuasan kerja berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan.
2.2.2 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional
Para ahli terdahulu telah menyatakan dalam penelitiannya
bahwa apabila seseorang telah terpenuhi semua kebutuhan dan keinginannya
oleh organisasi maka secara otomatis dengan penuh kesadaran mereka akan
meningkatkan tingkat komitmen yang ada dalam dirinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Luthans (1995) dan Ganzach (1998) yang menyatakan
bahwa variabel yang positif terhadap kepuasan kerja yaitu tipe pekerjaan
itu sendiri, gaji atau bayaran, kesempatan mendapatkan promosi, atasan
dan rekan kerja dapat terpenuhi maka komitmen terhadap organisasi akan
timbul dengan baik sehingga kepuasan akan berdampak terhadap komitmen
organisasional. Para peneliti lain yang telah menemukan hubungan antara
komitmen organisasional dan kepuasan kerja menunjukkan hasil yang tidak
konsisten, contohnya adalah yang disampaikan Mathieu (1988), Price dan Mueller
(1986) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan variabel yang mendahului komitmen
organisasional. Namun penelitian lain menyatakan bahwa variable komitmen
organisasional telah mendahului kepuasan kerja sesuai dengan pendapat Bateman
dan Strasser (1984) sehingga penelitian yang menguji hubungan tingkat kepuasan
kerja dalam peningkatan komitmen organisasional merupakan suatu topik yang
menarik dan memiliki banyak manfaat. Untuk merekonsiliasi temuan yang saling
bertentangan maka Ferris (1981) menyatakan bahwa sifat dari komitmen
organisasional dapat berubah sepanjang waktu. Lebih lanjut, Fraser (1983)
menyimpulkan bahwa para pekerja di perkotaan pada umumnya menginginkan
pekerjaan yang menarik dan memuaskan, gaji yang tinggi, kondisi kerja yang
nyaman, rekan kerja yang ramah dan menyenangkan. Namun, ada pula yang
menyebutkan alasan utama memilih organisasi untuk tempat bekerja karena adanya
hubungan kerja yang baik dan nama baik perusahaan. Berdasarkan uraian diatas,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H2
: kepuasan kerja berpengaruh
positif terhadap komitmen organisasional
2.2.3 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja
karyawan
Hasil penelitian dari Harrison dan Hubard (1998)
menyatakan bahwa komitmen mempengaruhi outcomes (keberhasilan)
organisasi. Kinerja karyawan dipengaruhi oleh komitmen organisasional.
Karyawan yang mempunyai keterlibatan tinggi dalam bekerja tidak
mempunyai keinginan untuk keluar dari perusahaan dan dalam hal ini
merupakan modal dasar untuk mendorong produktivitas yang tinggi.
Pendapat tersebut didukung oleh Moncrief et al (1997) yang mengungkapkan
bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi yang tinggi akan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan. Hasil studi McNeese-Smith (1996) menunjukkan
bahwa komitmen organisasional berhubungan signifikan positif yang
ditunjukkan dengan nilai Pearson (r) sebesar 0,31 (signifikan pada level
0,001) terhadap kinerja karyawan produksi. Berdasarkan uraian diatas,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H3
: komitmen organisasional
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
2.2
Penelitian
Terdahulu
Penelitian
terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan
penelitian ini. Kegunaannya adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan
oleh peneliti terdahulu sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran yang dapat
mendukung kegiatan penelitian berikutnya. Pada penelitian sebelumnya, Grant
(2001) meneliti tentang pengaruh performance terhadap organizational
commitment yang menunjukkan hasil koefisien terkecil (0.13). Selain itu,
penelitian Burton et al (2002) menganalisis tentang hubungan organizational
commitment terhadap motivation to attend menunjukkan hasil yang positif.
Namun, dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan merupakan kebalikan dari
kedua penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini akan dianalisis hubungan komitmen
organisasi (organizational commitment) terhadap kinerja (performance)
serta hubungan motivasi terhadap komitmen organisasi. Berikut ini merupakan tabel
penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.
2.3
Kerangka
Pemikiran Teoritis
Pada bagian ini,
peneliti mengajukan kerangka pemikiran teoritis yang diambil berdasarkan hasil
telaah pustaka dan penelitian terdahulu. Kerangka pemikiran teoritis yang
diajukan meliputi variabel kepuasan kerja, komitmen organisasional dan kinerja
karyawan .
2.4
Perumusan
Hipotesis
Berdasarkan
kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini yaitu:
H1 : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan.
H2 : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional.
H3
: Komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap
kinerja karyawan.
III.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini
dilakukan untuk menguji hipotesa yang diajukan dengan menggunakan metode
penelitian yang telah dirancang sesuai dengan variable-variabel yang akan
diteliti agar mendapatkan hasil penelitian yang akurat. Pembahasan dalam metode
penelitian ini mencakup jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.
3.1.1
Data Primer
Data primer
merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli
(tidak melalui perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti
untuk menjawab penelitian (Indriantoro dan Supomo, 1999) atau berhubungan
langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan Emory, 1997, hal. 258).
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan
dengan variabel kepuasan kerja, komitmen organisasional dan kinerja karyawan.
Data ini didapatkan dari kuesioner yang telah dipersiapkan dulu oleh peneliti
dan dijawab para responden. Adapun responden yang menjawab kuesioner tersebut
adalah karyawan outsourcing PT.Garuda Food Pati Jawa Tengah yang
berjumlah 100 orang.
3.1.2
Data Sekunder
Data sekunder yaitu
data yang didapat oleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data ini dapat diperoleh melalui
literatur, jurnal, dan sumber–sumber yang mendukung penelitian ini. Selain itu,
data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan yang berguna sebagai tambahan argumen logis. Adapun data
sekunder yang diperoleh oleh peneliti yaitu dokumen perusahaan berupa profil
perusahaan yang terdiri dari visi, misi, struktur perusahaan dan data karyawan
yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.2
Populasi
Populasi adalah
sekelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik
tertentu (Indriantoro & Supomo, 1999, hal. 115). Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1999).
Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh karyawan outsourcing PT Garuda Food Pati
Jawa Tengah dari semua divisi perusahaan baik yang memiliki jangka kontrak kerja
kurang dari satu tahun maupun lebih dari satu tahun. Populasi ini berjumlah 100
karyawan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan
dengan menggunakan metode kuesioner yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan
atau kuesioner secara langsung kepada para responden. Kuesioner tersebut
merupakan angket tertutup yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama
yang terdiri atas pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh data pribadi responden
dan bagian kedua yang digunakan untuk mendapatkan data tentang dimensi-dimensi
dari konstruk-konstruk yang dikembangkan dalam penelitian ini.
Pernyataan-pernyataan dalam angket tertutup dibuat dengan menggunakan skala 1-7
untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi nilai atau skor,
misalnya untuk kategori pernyataan dengan jawaban sangat tidak setuju atau
sangat setuju.
Sangat Tidak Setuju Sangat
Setuju
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
3.4
Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan teknik
analisis statistik dengan menggunakan program SPPS, dimana rumus statistik yang
digunakan adalah Linier Multiple Regression ( regresi liniear berganda ),
dimana fungsinya adalah :
Y = a + b1. .X.1 + b2 .
X2 + e
3.4.1 Uji
asumsi Klasik
1. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan
untuk mengetahui ada tidaknya kolerasi antara variabel indipendent, jika
terjadi kolerasi maka terdapat problem multikolinieritas. Untuk mengetahui ada
tidaknya multikolonieritas antar variabel, dapat dilihat dari Variabel
Inflation ( VIF ) dari masing-masing
variabel bebas terdapat variabel terikat. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh
dapat dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas ( Gujarati, 1995 ).
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterskedastisitas
digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi tidak terjadi kesamaan
varian dari residual suatu pengamatan yang lain. Jika varial residual dari
suatu pengamat kepengamatan yang lain tetap, maka disebut omoskedasitisitas.
Dan jika varian berbeda disebut heteroskedastisitas ( Santoso, Singgih 2002 :
208 ). Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dalm penelitian ini
mengunakan metode Sperman Rank Corellation. Apabila hasil pengujian menunjunkan
lebih dari α = 5% maka tidak ada heteroskedastisitas.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi digunakan
untuk mengetahui apakah dalam pesamaan regrasi mengandung korelasi atau tidak
diantara variabel penggangu. Menurut Singgih Santoso ( 2002 : 219 ) untuk
mengetahui adanya autokoelasi digunakan uji Durbin-Watson mendekati angka 2 (
dua ) berarti tidak ada autokorelasi.
4. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk
mengetahui apakah model regresi, variabel independent, variabel dependent, atau
keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk mengetahuinya digunakan
uji Kolmongorov-Smirnov, menurut Singgih Santoso ( 2001 : 214 ) pedoman
pengambilan keputusan dalam uji normalitas yaitu, bila nilai Sig atau
signifikan lebih besar daripada 0,005 maka distribusi adalah normalitas (
simetris ).
IV.
HASIL
PEMBAHASAN
4.1 Profil Perusahaan
GarudaFood Group adalah perusahaan
makanan dan minuman di bawah kelompok usaha Tudung Group. Selain GarudaFood,
Tudung Group juga menaungi perusahaan agribisnis yang bergerak di CPO (Crude
Palm Oil) dan kacang-kacangan. GarudaFood Group berawal dari PT Tudung,
didirikan di Pati, Jawa Tengah, 1979 Pendiri perusahaan adalah mendiang Darmo
Putro, mantan pejuang yang memilih menekuni dunia usaha setelah bangsa
Indonesia merdeka. Pada awal 1987 GarudaFood mulai menjual hasil produksi
kacangnya dengan merk Kacang Garing Garuda, yang kini dikenal dengan: Kacang
Garuda. Kacang Garuda telah meraih berbagai penghargaan sebagai berikut:
Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA) kategori kacang bermerek delapan
kali berturut-turut (2000-2007); Superbrands (2003); Top Brand for Kids (2004);
Indonesian Best Brand Award (IBBA, 2004-2007); Top Brand (2007). Tatkala
perekonomian nasional tengah dihantam krisis ekonomi, Desember 1997, didirikan
PT GarudaFood Jaya (GFJ) cikal bakal divisi biscuits yang memproduksi biskuit
bermerek Gery. Saat ini GarudaFood memimpin pasar di kategori wafer stick
dengan mereknya yang fenomenal, Chocolatos. Periode 2005- 2010 Gery Saluut
meraih Indonesian Best Brand Award (IBBA) dari MARS dan majalah SWA untuk
kategori wafer salut.
Pada 2007-2010 Gery Chocolatos meraih
IBBA kategori wafer stick. Pada 1998 GarudaFood mengakuisisi PT Triteguh
Manunggal Sejati (TRMS), produsen jelly dan meluncurkan produk jelly bermerek
Okky dan Keffy. Prestasi Okky Jelly dibuktikan dari keberhasilan meraih Top
Brand for Kids (TBK) Award 2004 untuk kategori jelly. Di samping TBK, OKKY
Jelly juga berhasil meraih IBBA (2004-2007). Okky Jelly Drink juga meraih
penghargaan Top Brand 2007 dari majalah Marketing bekerja sama dengan Frontier.
Di akhir 2002 GarudaFood Group meluncurkan produk minuman jelly bermerek Okky
Jelly Drink yang merupakan pioneer di kelasnya, ini sekaligus merupakan babak
baru GarudaFood memasuki bisnis minuman (beverage). Keseriusan GarudaFood
menekuni bisnis minuman juga semakin kentara dengan diluncurkannya Mountea,
minuman berbasis teh dengan rasa buah. Mountea bahkan mencatat prestasi IBBA
2007-2010 kategori minuman teh dalam kemasan cup.Melihat pangsa pasar snack
yang masih sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, pada 2005
GarudaFood juga memproduksi snack bermerek Leo, untuk kategori produk keripik
kentang, keripik pisang, keripik singkong, dan kerupuk mulai akhir 2005.
Pada 2007-2010 Leo meraih IBBA kategori
snack kentang.GarudaFood juga memproduksi snack bermerek Leo, untuk kategori
produk keripik kentang, keripik pisang, keripik singkong, dan kerupuk mulai
akhir 2005. Pada 2007 Leo meraih IBBA kategori snack kentang. Di tingkat
nasional, GarudaFood juga dipersepsi positif sebagai salah satu perusahaan
makanan dan minuman idaman di mata stakeholders. Survey yang dilakukan Frontier
dan majalah BusinessWeek Indonesia di Jakarta dan Surabaya pada 2006 hingga
2010 menyebutkan GarudaFood berada di urutan ketiga sebagai Indonesian Most
Admired Company (IMAC). Sebagai perusahaan yang mengembang misi untuk membawa
perubahan yang mencitakan kemanfaatn bagi masyarakat berdasarkan prinsip saling
menumbuhkembangkan, GarudaFood juga aktif menjalankan program corporate social
responsibility (CSR) di bawah bendera GarudaFood Sehati. Kini, seluruh potensi
yang ditopang kekuatan sekitar 20 ribu karyawan berkepribadian unggul ( noble
people) menjadi modal utama GarudaFood dalam upaya menyongsong sukses sebagai
sebuah sustainable enterprise
4.2 Visi dan Misi Perusahaan
Misi Perusahaan
·
Kami adalah perusahaan pembawa perubahan yang menciptakan
kemanfaatan bagi masyarakat berdasarkan prinsip saling menumbuhkembangkan.
Visi
·
Perusahaan makanan dan minuman terdepan di Indonesia
4.3 Deskriptif Data Responden
Deskripsi data ini menggambarkan beberapa
kondisi responden yang ditampilkan secara statistik. Data deskriptif responden
ini memberikan beberapa informasi secara sederhana tentang keadaan responden
yang dijadikan objek penelitian. Responden pada penelitian ini digambarkan
melalui jabatan, umur, masa kerja, dan
status perkawinan.
4.3.1
Deskripsi
Responden Menurut Jabatan
Dibawah ini disajikan komposisi responden
berdasarkan jabatan karyawan outsourcimg pada PT. Garuda Food Pati Jawa Tengah
dalam Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Komposisi
Responden Menurut Jabatan
Jabatan
|
Jumlah (Orang)
|
Persentase
(%)
|
Jok
|
8
|
8
|
Warna
|
6
|
6
|
Sanding
|
10
|
10
|
Assembling
|
18
|
18
|
Operator
|
35
|
35
|
Resepsionis
|
5
|
5
|
Carpenter
|
6
|
6
|
QC
|
6
|
6
|
Helper
|
6
|
6
|
TOTAL
|
100
|
100
|
Dari Tabel 4.1 tampak bahwa
kelompok jabatan yang paling dominan adalah operator yang berjumlah 35 orang
(35%). Disisi lain, jumlah terkecil adalah resepsionis yaitu 5 orang (5%).
4.3.2 Deskripsi Responden Menurut Umur
Berdasarkan data primer yang
dikumpulkan, maka diperoleh profil responden menurut umur sebagai berikut
:
Tabel 4.2
Komposisi Responden Menurut Umur
Umur
|
Jumlah
|
Presentase
%
|
18 – 20 tahun
|
2
|
2
|
21 – 23 tahun
|
10
|
10
|
24 – 26 tahun
|
18
|
18
|
27 - 29 tahun
|
22
|
22
|
30 – 32 tahun
|
23
|
23
|
33 – 35 tahun
|
14
|
14
|
36 – 38 tahun
|
9
|
9
|
39 – 41 tahun
|
2
|
2
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Dari tabel 4.2 tampak bahwa
kelompok umur paling dominan adalah pada umur 30-32 tahun sebanyak 23 orang
(23%), sedangkan kelompok umur terkecil adalah 18-20 dan 39-41 tahun sebanyak 2
orang (2%).
4.3.2
Deskripsi
Responden Menurut Masa Kerja
Komposisi responden menurut
masa kerja juga menjadi salah satu faktor yang penting dalam mendeskripsikan
keadaan responden secara nyata dalam penelitian
ini. Berikut ditampilkan komposisi responden dalam Tabel 4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3
Komposisi Responden Menurut Masa Kerja
Masa kerja
|
Jumlah
|
Presentase %
|
< 1 tahun
|
42
|
42
|
1 – 2 tahun
|
17
|
17
|
2 – 3 tahun
|
17
|
17
|
3 – 4 tahun
|
20
|
20
|
> 4 tahun
|
4
|
4
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Dari tabel diatas diketahui
bahwa karyawan dengan masa kerja < 1 tahun sebanyak 42 orang (42%) yang
menduduki peringkat pertama dengan jumlah paling besar. Sedangkan karyawan
dengan masa kerja > 4 tahun sebanyak 4 orang (4%). Ini merupakan jumlah
palimg kecil karena perusahaan tidak memperpanjang kontraknya sehingga karyawan
dengan masa kerja diatas 4 tahun jumlahnya
sangat sedikit hanya 4 orang (4%).
4.3.3
Deskripsi
Responden Menurut Status Perkawinan
Berikut ini adalah deskripsi
responden menurut status perkawinan yang tampak pada Tabel 4.4 dibawah ini;
Tabel 4.4
Komposisi Responden Menurut Status Perkawinan
Status
Perkawinan
|
Jumlah
|
Presentase
%
|
Belum Menikah
|
23
|
23
|
Menikah
|
74
|
74
|
Janda / Duda
|
3
|
3
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Dari Tabel 4.4 diatas diketahui
bahwa karyawan outsourcing yang berstatus menikah sebanyak 74 orang (74%). Jumlah
tersebut merupakan jumlah terbesar dari keseluruhan responden. Disisi lain,
karyawan outsourcing yang berstatus belum menikah sebanyak 23 orang (23%) dari
jumlah seluruh responden, sedangkan karyawan outsourcing dengan status janda
atau duda sebanyak 3 orang (3 %) dari jumlah seluruh responden yang menempati
peringkat terendah dalam komposisi responden.
4.4 Deskripsi Variabel Penelitian
Data deskriptif adalah menampilkan gambaran umum mengenai jawaban responden
atas pertanyaan atau pernyataan yang terdapat dalam kuesioner (tertutup) maupun
tanggapan responden (terbuka). Berdasarkan hasil tanggapan dari 100 orang
responden tentang variabel-variabel penelitian, maka peneliti akan menguraikan
secara rinci jawaban responden yang dikelompokkan dalam deskriptif statistik.
Pada penyampaian gambaran empiris atas data yang digunakan dalam penelitian
secara deskriptif statistik adalah dengan angka indeks. Melalui angka indeks tersebut akan diketahui
sejauhmana derajat persepsi responden atas variabel-variabel yang menjadi
indikator dalam penelitian. Rentang jawaban dari pengisian dimensi pertanyaan
(tertutup) setiap variabel yang diteliti, ditentukan dengan kriteria tiga kotak
(three box methdod).(Ferdinand, 2006). Dalam penelitian ini rentang jawaban
dimulai dari 10 sampai dengan 100 diperoleh rentang 90 dibagi 3 akan
menghasilkan rentang sebesar 30 yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi
nilai indeks, yaitu :
·
Nilai indeks 10 – 40,0 =
interpretasi Rendah
·
Nilai indeks 40,01 – 70,0 =
interpretasi Sedang
·
Nilai indeks 70,01 – 100 = interpretasi Tinggi
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan terhadap 100 responden melalui penyebaran kuesioner, untuk
mendapatkan kecenderungan jawaban responden terhadap jawaban masing-masing
variabel akan didasarkan pada rentang skor jawaban sebagaimana pada
lampiran.
4.4.1
Hasil
Penelitian Kepuasan Kerja
Pengukuran variabel kepuasan kerja dilakukan dengan menggunakan 4 buah
dimensi, dimana masing-masing dimensi tersusun dari 1 indikator
pertanyaan. Semakin besar skor skala
kepuasan kerja menunjukkan semakin tingginya tingkat kepuasan kerja yang
dialami oleh responden. Jawaban terhadap masing-masing item pertanyaan skala
kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5
Respon Mengenai Tingkat Kepuasan Kerja
Indicator
|
Kepuasan Kerja
|
Jumlah Indeks
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|||
X1
|
1
|
9
|
11
|
23
|
21
|
27
|
8
|
467
|
4,67
|
X2
|
2
|
4
|
10
|
27
|
31
|
20
|
6
|
465
|
4,65
|
X3
|
1
|
7
|
10
|
21
|
26
|
20
|
15
|
484
|
4,84
|
X4
|
6
|
3
|
12
|
26
|
27
|
19
|
7
|
450
|
4,5
|
|
466.5
|
4.665
|
|||||||
|
66,64 %
|
Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner
penelitian ini dibuat dengan menggunakan skala 1–7 untuk mendapatkan data yang
bersifat interval dan diberi skor atau nilai. Berdasarkan pada Tabel 4.5 diatas,
terlihat bahwa responden mempunyai kecenderungan menjawab pertanyaan kuesioner
dalam kategori skor 3 hingga 6 sehingga dapat disimpulkan berikut ini : Indeks
pada variabel kepuasan kerja diperoleh rata-rata indeks sebesar 4,665, dengan
indikator yang terbesar adalah X3 ( kepuasan terhadap rekan kerja ) yang memiliki
nilai 4,84. Hal tersebut menunjukan bahwa indikator kepuasan terhadap rekan
kerja memiliki pengaruh terbesar jika dibandingkan dengan indikator lainnya.
Rata-rata skor indeks kepuasan kerja tersebut, yaitu 4,665, setara dengan 66,64 % skala kepuasan kerja
yang terjadi. Jadi, tingkat kepuasan
kerja karyawan outsourcing PT. Garuda Food diinterpretasikan sedang, sesuai
dengan hasil rata-rata indeksnya, yaitu 66,64%.
4.4.2
Hasil
Penelitian Komitmen organisasional
Pengukuran variabel komitmen organisasional dilakukan dengan menggunakan 5 buah dimensi, dimana
masing-masing dimensi tersusun dari 1 indikator
pertanyaan. Semakin besar skor skala
komitmen organisasional menunjukkan semakin tingginya tingkat komitmen yang
diberikan oleh subyek. Jawaban terhadap masing-masing item pertanyaan skala
komitmen organisasional adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6
Respon Mengenai Tingkat Komitmen Organisasional
Indicator
|
Komitmen Organisasional
|
Jumlah Indeks
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|||
X5
|
2
|
6
|
11
|
20
|
18
|
26
|
17
|
492
|
4,92
|
X6
|
1
|
9
|
14
|
16
|
25
|
21
|
14
|
474
|
4,74
|
X7
|
3
|
2
|
11
|
22
|
25
|
19
|
18
|
493
|
4,93
|
X8
|
1
|
8
|
10
|
24
|
20
|
23
|
14
|
479
|
4,79
|
X9
|
2
|
5
|
11
|
23
|
20
|
24
|
15
|
486
|
4,86
|
|
484.8
|
4.848
|
|||||||
|
69,26 %
|
Berdasarkan pada Tabel 4.7
diatas, terlihat bahwa responden mempunyai kecenderungan menjawab pertanyaan
kuesioner dalam kategori skor 4 hingga 6 sehingga dapat disimpulkan berikut : Indeks
pada variabel komitmen organisasional diperoleh rata-rata indeks sebesar 4,848,
dengan indikator yang terbesar adalah X9 ( tingkat ketertarikan diperusahaan)
yang memiliki nilai 4,93. Hal tersebut menunjukan bahwa indikator tingkat
ketertarikan diperusahaan memiliki pengaruh terbesar jika dibandingkan dengan
indikator lainnya. Rata-rata skor indeks variabel komitmen tersebut setara dengan
69,26 % skala komitmen organisasional yang terjadi. Jadi, tingkat komitmen
karyawan outsourcing PT. Garuda Food diinterpretasikan sedang, sesuai dengan
hasil rata-rata indeksnya, yaitu 69.26%.
4.4.3
Hasil
Penelitian Kinerja Karyawan
Pengukuran variabel kinerja karyawan yang dilakukan dengan menggunakan 3
buah dimensi, dimana masing-masing dimensi tersusun dari 1 indikator
pertanyaan. Semakin besar skor skala kinerja karyawan menunjukkan semakin
tingginya tingkat kinerja yang diberikan oleh responden. Jawaban terhadap
masing-masing item pertanyaan skala kinerja karyawan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8
Respon Mengenai Tingkat Kinerja Karyawan
Indicator
|
Kinerja Karyawan
|
Jumlah Indeks
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|||
X10
|
3
|
7
|
13
|
14
|
30
|
22
|
11
|
471
|
4,71
|
X11
|
4
|
3
|
11
|
22
|
26
|
25
|
9
|
474
|
4,74
|
X12
|
3
|
2
|
9
|
22
|
21
|
21
|
22
|
507
|
5,07
|
|
484
|
4.84
|
|||||||
|
69,14 %
|
Berdasarkan pada Tabel 4.8
diatas, terlihat bahwa responden mempunyai kecenderungan menjawab pertanyaan
kuesioner dalam kategori skor 4 hingga 6 sehingga dapat disimpulkan berikut
: Indeks pada variabel komitmen organisasional
diperoleh rata-rata indeks sebesar 4,84 dengan indikator yang terbesar adalah
X12 ( kuantitas kerja karyawan ) yang memiliki nilai 5,07. Hal tersebut
menunjukan bahwa indikator kuantitas kerja karyawan memiliki pengaruh terbesar
jika dibandingkan dengan indikator lainnya. Rata-rata skor indeks variabel kinerja
tersebut setara dengan 69,14 % skala
kinerja karyawan yang terjadi. Jadi, tingkat kinerja karyawan
outsourcing PT. Garuda Food diinterpretasikan sedang, sesuai dengan hasil
rata-rata indeksnya, yaitu 69,14%.
V.
KESIMPULAN DAN
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Penelitian ini
dilakukan dengan mengembangkan sebuah model untuk menganalisis pengaruh
kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan melalui variabel intervening
pada karyawan outsourcing PT. Garuda Food Pati Jawa tengah .
Pada bab ini
dipaparkan gambaran mengenai hasil-hasil yang ditemukan oleh peneliti,
dilanjutkan dengan pembahasan tentang kesimpulan tentang diterima atau
ditolaknya hipotesis, serta berbagai implikasi teoritis maupun manajerial yang
muncul dalam penelitian ini. Terakhir, akan disajikan keterbatasan penelitian
dan agenda penelitian mendatang yang dapat dilakukan sebagai kelanjutan dari
penelitian ini.
5.1 Kesimpulan Pengujian Hipotesis Penelitian
Setelah
dilakukan penelitian yang menguji kelima hipotesis yang diajukan pada
pembahasan sebelumnya, maka kesimpulan penelitian atas kelima hipotesis tersebut
adalah sebagai berikut:
5.1.1. Pengaruh
antara Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan
H1 : kepuasan kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa ada
pengaruh positif antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan dengan nilai Critical
Ratio (C.R) 2.086 dengan P (Probability) sebesar 0,037 (p <
0,05). Berdasarkan standardized regession weight dapat diketahui bahwa indikator
kepuasan dengan rekan sekerja merupakan indikator kepuasan kerja yang paling
mengindikasikan peranan terbesar dalam mengukur kepuasan kerja dengan nilai
estimasi sebesar 0,88 , sedangkan indikator yang memiliki nilai indikator yang
paling rendah adalah kepuasan terhadap atasan (supervisor) sebesar 0,65. Hal
tersebut menunjukkan bahwa karyawan merasa kurang puas apabila supervisor
(atasan) mengawasi mereka pada saat jam kerja. Karyawan lebih suka apabila
mereka bekerja dengan teman sekerja mareka dibandingkan bersama dengan
atasannya.
5.1.2. Pengaruh antara Kepuasan Kerja dengan Komitmen
organisasional
H2
: kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional.
Pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa ada
pengaruh positif antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional
dengan nilai Critical Ratio (C.R) sebesar 4.540 dengan P (Probability)
sebesar 0,000 (p <0,05). Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
McNeese (1996), Morrison (1997), Grant (2001), Cetin (2006) yang
mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen
organisasional.
Berdasarkan standardized regession weight dapat
diketahui bahwa indikator kepuasan dengan teman sekerja merupakan indikator
yang berpengaruh dengan nilai estimasi 0,88, sedangkan indikator
kepuasan dengan atasan kurang berpengaruh dengan nilai estimasi sebesar
0,65. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan karyawan dengan teman
sekerja mempengaruhi komitmen mereka terhadap perusahaan. Selain itu,
kepuasan terhadap atasan juga memberikan pengaruh terhadap komitmen walaupun
kecil.
5.1.3 Pengaruh antara Komitmen organisasional dengan
Kinerja Karyawan
H3
: komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa ada
pengaruh positif antara komitmen organisasional dengan kinerja karyawan
dengan nilai Critical Ratio (C.R) sebesar 1.454 dengan P (Probability)
sebesar 0,146 (p > 0,05), namun tidak signifikan pada α 5%. Hasil ini
berlawanan dengan penelitianyang dilakukan oleh Chen, Jui-Chen, Colin
Silverthorne, Jung-Yao Hung (2006) dan Suliman, Abubkr M T (2002) yang
mengemukakan bahwa komitmen organisasional memiliki korelasi signifikan
positif dengan kinerja karyawan.
Berdasarkan standardized regession weight dapat
diketahui bahwa indikator arti perusahaan bagi diri merupakan indikator
yang berpengaruh dengan nilai estimasi 0,85, sedangkan indikator
perasaan sebagai bagian dari perusahaan kurang berpengaruh dengan nilai
estimasi sebesar 0,76. Hal tersebut menunjukkan bahwa status sebagai
karyawan outsourcing dengan jangka kontrak hanya per – 1 tahun
menyebabkan komitmen karyawan terhadap perusahaan menjadi rendah sehingga
kinerja mereka kurang. Dari data yang diperoleh, prosentase karyawan yang
terbesar adalah karyawan memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun sehingga komitmen
terhadap perusahaan masih rendah. Namun disisi lain, karyawan dengan
masa kerja lebih dari tiga tahun memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan
karena mereka masih diperpanjang masa kontraknya bahkan memperoleh reward
dari perusahaan sehingga hasil dari penelitian ini masih menunjukkan
arah yang positif tapi tidak signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Michael, 1994, “Handbook
of Personal Management Practise”, 4th Edition, Kopan Page Ltd.,
London
Arbuckle, J. L., 1997, “Amos
User’s Guide Version 3.6”, SmallwatersCorporation, Chicago
Augusty T. Ferdinand, A, 2000, “Structural Equation
Modelling Dalam Penelitian Manajemen”, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro,Semarang
_______________________, 2006,
“Metode Penelitian Manajemen Edisi 2”, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang
Burton, James P; Lee, Thomas W;
Holtom, Brooks C, 2002, “The Influence of Motivation to Attend,
Ability to Attend, and Organizational Commitment on Different Types of
Absence Behaviors”, Journal of Managerial Issues,Summer, p. 181-197
Cetin, Munevver Olcum, 2006, “The
Relationship Between Job Satisfaction Occupational and Organizational
Commitment of Academics”, Journal of American Academy of Bussiness,
8 (1), p. 78-88
Chandra K., 2007, “Outsourcing
(Alih Daya) dan Pengelolaan Tenaga Kerja Pada Perusahaan : (Tinjauan Yuridis
Terhadap UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)”, Jurnal Hukum,
Mei 20
Chen et al, 2006, “Organization
Communication, Job Stress, Organizational Commitment, and job Performance of
Accounting Professionals in Taiwan and America”, Leadership and
Organizational journal, 27 (4), p. 242- 249
Cooke, Ernest F., 1999, “Control
and Motivation in Sales Management through
Dessler, Gary, 1992, “Manajemen
Sumber Daya Manusia”, PT Prenhalindo, Jakarta
Hair, J.F. Jr; R.E. Anderson,
R.L. Tatham & W.C. Black, 1995, “Multivariate Data Analysis With
Readings”, Eaglewoods Cliffs, NJ: Prentice Hall Inc.
Harrison, J. Klane and Russell
Hubbard, 1998, “Antecedents to Organizational Commitment Among Mexican
Employee of USA”
Jae, Moon M, 2000, “Organizational
Commitment Revisited in New Public
Management”, Public Performance & Management Review,
Vol. 24, No.2
Johnson Dongoran, 2001, “Komitmen
organisasional: Dua Sisi Sebuah Koin”, Dian Ekonomi, 7 (1), hal.
35-56
Fuad Mas’ud, 2004, Survai
Diagnosis Organisasional, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
McNeese –Smith, Donna, 1996, “Increasing
Employee Productivity, Job Satisfaction, and Organizational Commitment ” Hospital
& Health Services Administration, Vol. 41: 2, p.
160-175 ”, Journal of Applied
Psychology, 84, p.408-414
Indriantoro, Nur & Bambang Supomo,
1999, “Metodologi Penelitian Bisnis :Untuk Akuntansi dan Manajemen”,
BPFE, Yogyakarta
Sugiyono, 1999, “Metode
Penelitian Bisnis”, CV Alfabeta, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar